Kamis, 29 Desember 2011

METACOGNISI


Metakognisi

1. Pengertian
            Secara terminologis metakognisi berasal dari kata “meta” dan “cognition”. Awalan kata “meta” di sini bukan dimaksudkan untuk menunjuk ke makna yang fundamental seperti kata metafisika atau metamemori (Lawson, 1980;146), melainkan seperti yang ditegaskan Lawson (1984;90); “ ... the meta prefix refers to a reflective of cognitive processes and control of cognition ...”. Selanjutnya kata kognisi itu sendiri didefinisikan secara sempit sebagai “kesadaran” dan secara luas didefinisikan sebagai proses mental yang lebih tinggi seperti kecerdasan, penalaran, kreativitas, ingatan, pemecahan masalah dan persepsi (Murray & Morsberg, 1982:297).
            Beberapa pakar telah mengungkapkan definisi metakognisi dengan makna yang relatif sama. Flawell (1976, dalam Marzano dkk, 1988:9) menyatakan : “Metacognition refers to one’s knowledge concerning one’s own cognitive processes and products or anything related to them ...”, Lawson (1980:145) mengetengahkan: “Metacognition involves the monitoring and regulation of information-processing strategies”. Marzano, dkk(1988:9) menyatakan: “ ... metacognition is being aware of our thinking as we perform specific taksks and then using this awareness to control what we are doing.” Armbruster & Anderson (1985:5220) menulis: “ Metacognition refers to both the awareness and control that readers have over their own thinking ...”. dan Gombert (1992: 5-6) menegaskan bahwa: “ In short, “metacognition refers to all knowledge which has as its object, or regulates any aspect of, any cognitive task.”
Pengertian metakognisi yang dikemukakan para pakar tersebut, pada umumnya memberikan penekanan bahwa metakognisi adalah pengetahuan (awareness) seseorang tentang proses pemantauan (monitoring) dan pengendalian (regulatiing atau controling) pikiran dan tindakannya sendiri. Pengertian yang paling umum dari metakognisi adalah thinking about thinking ( berfikir tentang berfikir ) atau learn how to learn  ( belajar bagaimana belajar ) (Livington, 1997 ).
            O’Neil & Brown (1997) mengemukakan pengertian metakognisi sebagai proses seseorang berfikir tentang berfikir mereka sendiri dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah. Sejalan dengan pengertian di atas, Nur (2000) mengemukakan bahwa metakognisi berhubungan dengan berfikir siswa tentang berfikir mereka sendiri dan kemampuan mereka menggunakan strategi-strategi belajar tertentu dengan tepat. Misalnya, seseorang dengan tipe belajar visual menyadari bahwa membuat sesuatu peta konsep merupakan cara terbaik baginya untuk memahami dan mengingat sejumlah besar informasi baru.
            Huiit (1997) mendefinisikan metakognisi sebagai pengetahuan seseorang tentang sistem kognitifnya, berfikir seseorang tentang berfikirnya, dan ketrampilan esensial seseorang dalam “ belajar untuk Belajar “.
            Gambaran yang lebih jelas tentang metakognisi dapat difahami dalam pengertian yang dikemukakan oleh Flavell (Mohammmad Nur, 2000) sebagai berikut :
               “Metakognisi adalah pengetahuan seseorang berkenaan dengan proses dan produk kognitif orang itu sendiri atau segala sesuatu yang berkaitan dengan  proses dan produk tersebut . …… Metakognitif berhubungan dengan salah satu diantaranya dengan pemonitoran aktif dan pengendalian yang konsekuen serta pengorganisasian proses pemonitoran dan pengendalian ini berhubungan dengan tujuan kognitif, pada masa proses-proses tersebut , umumnya dalam mendukung sejumlah tujuan konkret.”
            Brown ( dalam Livington, 1997) mengemukakan bahwa pengalaman metakognitif meliputi penggunaan strategi-strategi metakognitif atau regulasi metakognitif. Sejalan dengan itu,  Nur (2000) menjelaskan bahwa pemonitoran kognitif adalah kemampuan siswa untuk memilih, menggunakan, dan memonitor strategi-strategi belajar yang cocok, cocok dengan gaya belajar mereka sendiri maupun dengan situasi tugas yang sedang dihadapi. Mengenai pentingnya pemonitoran kognitif ini, winkel (1996) mengemukakan bahwa :
               “ Biarpun siswa diberikan berbagai strategi kognitif yang dapat digunakan dalam menyelesaikan problem tertentu, namun tidak berarti bahwa strategi itu dapat digunakan terhadap segala macam problem. Akhirnya siswa harus menyerap strategi-strategi itu, kemudian menentukan sendiri strategi mana yang cocok dengan masalah A dan mana yang cocok dengan masalah B. Dengan kata lain, fleksibelitas dalam berfikir di ihak siswa merupakan sasaran instruksional yang sangat ideal.”
                 
2. Kedudukan dalam S\istem Pemrosesan Informasi
                  Pada tataran dasar teoritis, Nelson & narens (1992:117) mengajukan tiga prinsip dalam memahami atau menganalisis metakognisi, yaitu: (1) peoses-proses kognitif terbagi ke dalam dua tau lebih tingkat (level) kekhususan yang saling berhubungan yaitu: tingkat meta dan tingkat obyek, (2) tingkat meta berisi model dinamis (tiruan mental) dari tingkat obyek, dan (3) ada dua hubungan dominan berkenaan dengan alur informasi antara tingkat meta dan tingkat obyek tersebut, yaitu control dan monitoring. Mekanisme kerja dari ketiga prinsip ini sebagaimana divisualisasikan pada bagan 2.1. berikut :











                                                                                                              META - LEVEL
       Control                                                       Monitoring               Flow of Information
                                                                                                            OBJECT - LEVEL

A Theoretical Mechanism of Metacognition : Two Structures (meta-level and object-level) and Two Relations (the direction and the flow of information between the two levels) (diambil dari Nelson & Narens, 1992:117)

Bagan 2.1. Mekanisme Teoritis Metacognisi
                  Dalam teori pemrosesan informasi, metakognisi dipandang sebagai salah satu substansi sistem pemrosesan informasi (Dahar, 1989:34). Metakognisi adalah aspek kognitif yang berperan mengendalikan semua aspek kognitif lainnya. Secara visual hal ini sebagaimana dipaparkan pada bagan 2.2. dibawah ini :
 
                                    INFORMATION
                                                                        is operated on by
                                      PROCESSES
                                                                        which are utilized by
                                    STRATEGIES
                                                                        Whose actions is initiated, monitored,                                                                                     regulated by
                                    METACOGNITION
Metacognition as Part of An
 Information Processing System
(Diambil dari Lawson, 1980:147)

Bagan 2.2. Kedudukan Metakognisi dalam Sistem pemrosesan Informasi

                  Informasi yang ditangkap individu dari interaksinya dengan lingkungannya ditransformasikan melalui proses-proses kognitif tertentu. Proses – proses ini bekerja menurut strategi kognitif  yang dipilih individu yang bersangkutan sesui dengan tugas yang diterimanya. Penentuan untuk menggunakan sebuah strategi, memantau strategi yang terdahulu,  atau menggantikannya dengan strategi lain berdasarkan pantauan inilah yang disebut metakognisi. Karena proses-proses dan strategi-strategi kognitif merupakan prasyarat logis dari metakognisi.

3. Ruang Lingkup Metakognisi
                  Dari sudut pandang ruang lingkupnya, metakognisi dapat dipandang sebagai bagian dari “Model Monitoring Kognitif” yang dikemukakan oleh Flavell (1992:4) yang menyajikan hubungan dinamis antara empat komponen, yaitu metacognitive Knowledge, metacognitive Experience, Goals (or Tasks), dan Actions (or strategies).
                  Metacognitive Knowledge (pengetahuan metakognitif) adalah pengetahuan seseorang tentang unsur-unsur yang mempengaruhi jalannya kognisi dan hasil proses kognitifnya sendiri. Secara garis besar unsur-unsur ini meliputi: (1) pribadi yang mengacu  pada apa yang diyakini seseorang tentang keadaan pikirannya sendiri (cerdas, kurang cerdas ), (2) Tugas, merupakan hal yang berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang sifat tertentu (sulit atau mudah), dan (3) Strategi, berkaitan dengan pengetahuan seseorang tentang cara-cara untuk mengejakan sesuatu kegiatan (lebih tepat, kurang tepat, dls). Dalam kaitannya dalam pembelajaran pengetahuan metakognitif yang dimiliki oleh siswa  berkaitan dengan keyakinan dirinya tentang kecerdasannya, seberapa pengetahuannya, kesadaran akan tingkat kesulitan tugas yang dikerjakannya  dan  cara-cara yang dianggap sebagai cara terbaik untuk menyelesaikan tugas-tugas belajarnya. Metacognitive Experience (pengalaman Metakognisi) adalah pengalaman-pengalaman yang mengikuti kegiatan intelektual seseorang. Meskipun pengalaman pada umunya merupakan unsur afektif, namun sepanjang prosesnya melibatkan unsur kognitif.      Pengalaman metakognitif yang diintegrasikan dengan pengetahuan metakognitif, strategi kognitif, dan goals menurut Flavell (1933:150 & 153) dapat melahirkan “self-monitoring” dan “self-regulation”.
Pengetahuan metakognitif yang di dalamnya termuat keyakinan-keyakinan ( beliefes atau system of beliefs) berkedudukan sebagai rujukan dan referensi pengalaman metakognisinya. Pengalaman metakognitif yang diantaranya terdapat perasaan dan keingintahuan berkedudukan sebagai pemantau dan pengarah (proses) dan dapat memberikan sejumlah dampak penting terhadap tujuan, sementara strategi-strategi kognitif dan tindakan-tindakan ekspresinnya berkedudukan sebagai pelaksana dalam rangka mencapai tujuan.

B. Keterampilan Metakognitif 
Menurut Huda dalam Mukminatien (2000), seorang pembelajar dapat dikatakan sebagai pembelajar yang trampil dan mandiri (learner autonomy) apabila ia dapat : (1) mengetahui tujuan pembelajaran dan mengetahui apa yang sedang diajarkan, (2) mengetahui tujuan belajarnya sendiri, (3) memiliki strategi belajarnya sendiri, (4) memonitor kemajuan belajarnya sendiri, serta (5) dapat mengevaluasi strategi belajarnya sendiri
Dalam sudut pandang lain, metakognisi didefinisikan sebagai keterampilan kompleks yang dibutuhkan siswa untuk menguasai suatu jangkauan keterampilan khusus, kemudian mengumpulkan dan mengumpulkan kembali keterampilan-keterampilan ini ke dalam strategi belajar yang tepat terhadap suatu masalah khusus atau isu-isu dalam konteks yang berbeda  sehingga siswa mampu menjadi seorang pembelajar yang mandiri. (Sharples dan Mathews, 1989:13).
Bagaimana halnya obyek kajian matematika yang lain, kemampuan metakognisi siswa sebagai salah satu aspek pengetahuan dan tujuan pembelajaran matematika perlu dikembangkan melalui pengajaran dan pelatihan. Keterampilan metakognitif yang dilatihkan pada siswa  meliputi kesadaran, merancang, memonitor dan merevisi kerja mereka sendiri serta menganalisis prestasi belajarnya sendiri. Oleh karena itu pembelajaran  akan difokuskan untuk mengembangkan: (1) kemampuan mahasiswa/siswa untuk memahami materi; (2) kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah; dan (3) keyakinan siswa dalam kemampuan pemecahan masalahnya. Akhirnya, apabila siswa menyadari akan proses yang mereka gunakan, dan apabila mereka belajar untuk kontrol proses kognitif ini, kemampuan mereka untuk transfer keterampilan pemecahan masalah meningkat (Brown, Anderson, Shillcock, & Yule, 1984; Perkins, 1984, 1985, 1986; Resnick, 1985; Weinert & Kluwe, 1987) dalam (Jacob, 2003: 18).
      Mengajar keterampilan metakognitif dapat dilakukan sesuai dengan teori yang diusulkan oleh Mayer (Jacob, 2003: 18-19), yaitu: (1) translasi (translation); (2) integrasi (integration); (3) perencanaan dan monitoring (planning and monitoring); serta (4) pelaksanaan solusi (solution execution).
      Translasi membutuhkan pengetahuan linguistik yang membolehkan siswa untuk mengerti kalimat dan fakta-fakta tertentu. Pengetahuan faktual merupakan suatu komponen kunci dalam translasi. Sedangkan Integrasi dibutuhkan  siswa untuk menggabungkan masing-masing pernyataan ke dalam suatu representasi yang berkaitan secara logis serta dengan memiliki pengetahuan sistematik siswa dapat mengenal dan melakukan  pendekatan kepada tipe-tipe masalah.
Perencanaan dan monitoring membutuhkan pengetahuan strategi yang terfokus pada bagaimana untuk menyelesaikan masalah. Merencanakan dan memonitoring suatu rancangan solusi merupakan aspek krusial dari pemecahan masalah sistematis. Siswa sangat berbeda dalam pendekatan dan kemampuannya untuk memonitor perencanaan solusi.     Pelaksanaan solusi mewajibkan siswa untuk menggunakan pengetahuan prosedural untuk mengaplikasikan aturan aritmetika secara akurat serta efisien saat melakukan kalkulasi dalam merancang solusi. Pengetahuan prosedural ini didemonstrasikan apabila melaksanakan suatu prosedur seperti multiplikasi atau penjumlahan.
Flavel (Nurdin, 2007) mengemukakan bahwa metakognisi meliputi dua komponen, yaitu : (a) pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge), dan (b) pengalaman atau regulasi metakognitif (metacognitive experiences or regulation). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Brown dan Gagne (Muhammmad Nur, 2000) bahwa metakognisi memiliki dua komponen, yaitu :  (a) pengetahuan tentang kognisi, dan (b) mekanisme pengendalian diri dan monitoring kognitif.
Huiit (1997) mengemukakan bahwa metakognisi mencakup kemampuan seseorang dalam bertanya dan menjawab beberapa tipe pertanyaan yang berkaitan dengan tugas yang dihadapi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut :
a)      Apa yang saya ketahui tentang topic atau masalah ini ?
b)      Tahukah saya apa yang dibutuhkan untuk mengetahuinya ?
c)      Tahukah saya darimana dapat memperoleh informasi atau pengetahuan ?
d)     Berapa lama waktu yang diperlikan untuk mmempelajarinya ?
e)      Strategi-strategi atau taktik-taktik apa yang dapat digunakan untuk mempelajarinya ?
f)       Dapatkah saya pahami dengan hanya mendengar, membaca, atau melihat ?
g)      Akankah saya tahu jika saya mempelajarinya secara cepat ?
h)      Bagaimana saya dapat membuat sedikit kesalahan jika saya membuat sesuatu?
Mohammad Nur (2002) mengemukakan secara operasional tentang kemampuan metakognitif yang dapat diajarkan pada siswa, seperti kemampuan-kemampuan untuk menilai pemahaman mereka sendiri, menghitung berapa waktu yang mereka butuhkan untuk mempelajari sesuatu, memilih rencana yang efektif untuk belajar atau memecahkan masalah, bagaimana cara memahami ketika ia tidak memahami sesuatu dan bagaimana cara memperbaiki diri sendiri, kemampuan untuk memprediksi apa yang cenderung akan terjadi atau mengatakan mana yang dapat diterima oleh akal dan mana yang tidak.
       North Central Regional Education Laboratory (NCREL) (2005) mengemukakan tiga elemen dasar dari metakognisi secara khusus dalam menghadapi tugas, yaitu : (a) mengembangkan rencana tindakan, (b) mengatur atau memonitor, dan (c) mengevaluasi rencana. Lebih jauh NCREL (1995)  memberikan petunjuk melaksanakan ketiga komponen metakognisi tersebut adalah sebagai berikut :
Sebelum : Ketika kamu mengembangkan rencana tindakan, tanyalah dirimu :
·         Pengetahuan apa yang membantu dalam tugas ini ?
·         Petunjuk apa yang dapat digunakan dalam berfikir ?
·         Apa yang pertama akan saya lakukan ?
·         Mengapa saya membaca (bagian) pilihan ini ?
·         Berapa lama saya mengerjakan tugas ini secara lengkap ?
Selama :  Ketika kamu mengatur atau memonitor rencana tindakan, tanyakan dirimu
·         Bagaimana saya melakukannya ?
·         Apakah saya berada pada jalur yang benar ?
·         Bagaimana saya meneruskannya ?
·         Informasi apa yang penting untuk diingat ?
·         Akankah saya pindah pada petunjuk yang lain ?
·         Akankah saya mengatur langkah-langkah bergantung pada kesulitan ?
·         Apa yang perlu dilakukan jika saya tidak mengerti ?
Sesudah : Ketika kamu mengevaluasi rencana tindakan, tanyakan dirimu :
·         Seberapa baik saya melakukannnya ?
·         Apakah saya memerlukan pemikiran khusus yang lebih banyak atau yang lebih sedikit dari yang saya perkirakan ?
·         Apakah saya dapat mmengerjakan dengan cara yang berbeda ?
·         Bagaimana saya dapat mengaplikasikan cara berfikir ini pada problem yang lain ?
·         Apakah saya perlu kembali pada tugas itu untuk mengisi “kekosongan” pada ingatan saya ?
Dalam penelitian ini komponen-komponen metakognisi yang akan di bahas dan menjadi focus penelitian ini adalah :
(a)    pengetahuan siswa tentang strategi-strategi kognitif serta bagaimana mengatur dan mengontrol strategi-strategi tersebut dalam belajar, berfikir dan bagaimana memecahkan masalah.
(b)   pengetahuan-diri dan bagaimana memilih serta menggunakan strategi belajar, berfikir dan bagaimana memecahkan masalah yang sesuai dengan keadaan dirinya.
Mengenai strategi guru untuk meningkatkan metakognisi siswa, menurut Huiit (1997) mengemukakan beberapa contoh sebagai berikut :
·         Mintalah siswa untuk memonitor belajar dan berfikir mereka sendiri.
·         Mintalah siswa mempelajarai strategi belajar
·         Mintalah siswa membuat prediksi tentang informasi yang akan dipresentasikan berdasarkan apa yang telah mereka baca.
·         Mintalah siswa menghubungkan ide-ide untuk membentuk struktur pengetahuan.
·         Mintalah siswa membuat pertanyaan-pertanyaan, bertanya pada diri mereka sendiri tentang apa yang terjadi disekeliling mereka.
·         Bantulah siswa untuk mengetahui kapan bertanya untuk membantu.
·         Tunjukkan siswa bagaimana mentransfer pengetahuan, sikap, nilai, dan ketrampilan pada situasi atau tugas lain.

Walaupun secara redaksional pengertian dan komponen-komponen metakognisi yang dikemukakan para pakar di atas sangat beragam, namun pada hakekatnya memberikan penekanan pada komponen-komponen yang hampir sama.